Ada rasa kecewa, ada rasa bahagia dan ada rasa
sedih, semua bercampur aduk jadi satu.
Tanggal 23 Juni lalu, tepatnya pada hari sabtu bisa
dibilang hari yang cukup bersejarah bagi saya. Hari itu adalah hari dimana
untuk pertama kalinya saya berdiri di depan dewan juri bertindak sebagai
finalis lomba menulis esai yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri
Semarang Jawa Tengah.
Akhirnya, kecintaan saya terhadap dunia tulis
menulis jualah yang bisa membawa saya sejauh ini. Sebuah pengalaman yang cukup
bermanfaat sekaligus memberikan pelajaran yang sangat berharga mengenai
persaingan dalam merebut sebuah gelar.
Kecewa karena saya belum bisa tampil maksimal dalam
mempresentasikan hasil tulisan yang saya buat, waktu yang sangat terbatas tidak
cukup hingga akhirnya saya belum bisa memberikan yang terbaik dari apa yang
saya punya. Di sisi lain ada sebuah “kejengkelan”
tersendiri ketika mendengarkan para dewan juri mengkritik tulisan hasil karya
kita secara pribadi. Perlu saya sampaikan bahwa esai yang saya tulis kali ini
adalah mengenai political writing
yang berjudul “Menuju Indonesia Berbasis Sains dan teknologi”.
Ternyata baru saya sadari bahwa memang orang
Indonesia ini terlalu memandang sebelah mata apa yang kita sebut dengan ilmu
dan teknologi. Jiwa kita masih terlalu kaku, pikiran kita masih terkekang oleh
batasan-batasan mengenai politik, maritim, pertanian, pengangguran dan
lain-lain. Ada yang bertanya “mengapa harus sains dan teknologi ?” mengapa
bukan pertanian karena kita adalah negara agraris ?. nampaknya perlu kita
bercermin dari keberhasilan negara China Jepang dan India. China saja bisa
menanam tanpa media tanah, mereka tahu bagaimana caranya agar sektor pertanian
mereka bisa menghasilkan output secara efektif dan efisien. Disinilah ilmu
pengetahuan dan teknologi berperan. Kita tidak akan maju jika selamanya kita
hanya menggunakan “Cangkul”. Tetapi hal ini bukankah akan menambah angka
pengangguran ? ini urusan bidang lain, selain sektor ilmu dan teknologi juga
kita harus meningkatkan mutu pendidikan.
Kita harus bisa mengubah mindset
pekerja menjadi pemberi kerja. Bagaimana caranya agar rakyat Indonesia dapat
hidup sejahtera dengan kreativitas mereka masing-masing seperti apa yang
disebut dengan budaya meritokrasi yang mengatakan bahwa semua SDM yang dimiliki
oleh negara adalah sumber daya-sumber daya potensial.
Ingin rasanya saya ulangi presentasi saat itu,
mungkin ini akan menjadi langkah awal menuju suatu hal yang lebih baik. Salam sukses
kepada teman-teman dari Unnes, UGM, Unibraw, dan Unmu yang sudah jauh-jauh
datang ke Semarang. Selamat kepada para pemenang, semoga gagasan yang telah
kita buat nanti bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hidup Mahasiswa
! kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih baik !
Label: Tulisanku
0 komentar:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)